batampos.co.id – Harga minyak goreng terus merangkak naik. Kondisi itu tentu saja menyulitkan masyarakat yang tergantung dengan minyak goreng untuk memasak. Karena itu, masyarakat berharap pemerintah dapat mengendalikan harga minyak goreng agar makin terjangkau.
Naiknya harga minyak goreng ini juga dikeluhkan pedagang dan pembeli di pasar. Seperti, di Pasar Seiharapan, Sekupang, harga minyak goreng kemasan dua liter yang semula Rp 27 ribu, kini naik menjadi Rp 34 ribu.
Sedangkan harga minyak goreng curah awalnya Rp 14 ribu, sekarang dijual hingga Rp 17 ribu.
”Kenaikannya cukup besar dan sangat berpengaruh terhadap penjualan. Harapannya, ada langkah nyata dari pemerintah untuk menstabilkan lagi harga minyak goreng ini,” ujar Andika, pedagang di Pasar Seiharapan, Sekupang, Selasa (9/11/2021).
Kenaikan harga minyak goreng ini tidak hanya dikeluhkan pedagang, namun juga pembeli. Anisa, warga Tiban, mengaku terpaksa membeli minyak goreng curah karena harganya lebih terjangkau.
”Kalau minyak goreng kemasan mahal sekali harganya,” ujarnya.
Kenaikan harga minyak goreng juga terjadi di Pasar Victoria, Tanjung Riau, Sekupang. Aris, salah satu pedagang di Pasar Victoria, mengaku konsumen memang tetap membeli, namun jumlah pembeliannya sedikit.
”Biasanya beli kemasan 2 liter, sekarang beralih ke kemasan 1 liter,” ungkapnya.
Rahma, warga Sekupang, mengaku lebih sering membeli minyak goreng kemasan 1 liter ketimbang 2 liter saat ini. Meski begitu, tidak berpengaruh terhadap komsumsi setiap hari. Pasalnya, minyak goreng 1 liter hanya bertahan antara 3 sampai 4 hari.
”Malahan lebih sering beli, harapan kami harga bisa kembali normal. Kasihan warga kecil seperti kami, untuk membeli minyak goreng saja sudah
kesusahan,” kata dia.
Naiknya harga minyak goreng ini juga dikeluhkan pedagang gorengan. Sopian, pedagang gorengan di Marina, mengaku membutuhkan 10 liter minyak goreng untuk berjualan.
Untuk menekan biaya, dia mengurangi takaran minyak dan proses menggoreng dilakukan lebih cepat.
”Minyaknya yang dikurangi, kalau tidak begitu ya rugi,” ucapnya.
Sementara dari sisi harga, gorengan yang ia jual tidak bisa dinaikkan mengingat akan membuat kabur pelanggannya.
”Ini saja harga Rp 1 ribu sudah pada minta kurang, bagaimana mau dibikin tinggi lagi (harganya), bisa-bisa enggak laku gorengan saya,” ujarnya.
Rata-rata pedagang gorengan membutuhkan minyak goreng dalam jumlah banyak, antara 4-8 liter per hari, tergantung jumlah gorengan yang dijual.
Edo, pedagang gorengan di Botania, mengaku menggunakan minyak goreng 4-6 liter dalam sehari. Banyaknya minyak goreng yang digunakan, tergantung kejernihan minyak saat mengoreng.
”Lumayan banyak pakai minyak, paling sedikit 4 liter, tergantung banyaknya gorengan. Apalagi kalau musim penghujan ini, saya pasti lebih banyak bikin gorengan, jadi bisa sampai 6 liter,” ujar Edo, kemarin.
Selama berjualan, ia juga harus memperhatikan kualitas warna minyak goreng. Jangan sampai warnanya berubah menjadi hitam. Sebab, akan berpengaruh terhadap rasa dan bentuk gorengan yang dijual.
”Jadi, jangan sampai menggoreng terlalu lama, karena itu pengaruh terhadap warna minyak goreng,” imbuhnya.
Karena itu, kenaikan harga minyak goreng lebih dari 50 persen ini membuatnya resah. Sebab, untungnya dari berjualan semakin sedikit. Apalagi, jika minyak goreng yang tak bisa dipakai untuk dipakai lagi untuk esok harinya.
”Modal paling besar itu dari minyak goreng, ditambah sekarang harganya naik. Untung kami jadi semakin minim. Biasanya, minyak yang warnannya masih bagus, bisa dipakai esoknya. Kalau sudah hitam, ya dibuanglah, itu yang bikin rugi,” ungkapnya.
Disinggung apakah ada rencana menaikkan harga gorengan bila harga minyak goreng terus naik, menurutnya bisa saja, tapi dalam kondisi saat ini sangat susah apalagi banyak saingan yang jual gorengan.
”Kecuali semua menaikkan. Kalau ukuran diperkecil susah juga, bikin lari pelanggan. Jadi, saat ini masih pasrah dapat untung minim,” ujarnya.
Masih kata Edo, dalam sehari biasanya ia bisa mendapatkan untung Rp 200-300 ribu. Namun, sejak harga minyak goreng naik, ia hanya mendapat untung Rp 150-200 ribu.
”Ya keuntungan semakin minim. Saya kerja bikin gorengan dari subuh, trus jualan sampai malam. Tapi ya disyukuri aja, sebab usaha sekarang serba susah,” ungkapnya.
Sementara Retno, pedagang pisang goreng keju mulai menaikkan harga jualannya sejak awal bulan. Dari yang biasanya Rp 13 ribu per kotak, saat ini jadi Rp 15 ribu.
”Ya saya naikkan, tak tahan harga minyak goreng mahal banget, untung jadi dikit. Tak mungkin saya jualan modal saja,” terangnya.
Meski menaikkan harga, para pelanggannya cukup mengerti. Apalagi, jika ia ungkapkan alasan kenaikan karena semua pada naik, termasuk minyak goreng.
”Pada ngerti lah, sebab dari awal beli saya bilang kalau harga jualan saya naik,” ujarnya.
Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Batam, Gustian Riau, belum bisa dikonfirmasi terkait tindak lanjut surat permohonan ke pemerintah pusat terkait solusi mengatasi harga minyak goreng yang melambung tinggi.
Reporter: Reporter : Rengga Yuliandra, Yashinta, Yulitavia, Fiska Juanda