Jumat, 29 Maret 2024
spot_img

Kasasi Gubkepri Baru Teregister di MA, Buruh Batam Tetap Bertahan di Posko Keprihatinan Upah

Berita Terkait

spot_img

batampos- Komisi IV DPRD Kota Batam menggelar Forum Diskusi Group (FGD) bersama seluruh Aliansi Serikat Buruh di Kota Batam, Disnaker Kota Batam serta Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Batam. FGD ini dilakukan terkait dengan Upah Minimum Kota (UMK) Batam tahun 2022 dan putusan dari PTTUN Medan terkait dengan UMK Batam tahun 2021.

Perwakilan Serikat Pekerja Serikat Buruh (SP/SB) Kota Batam, Ramon mengatakan, buruh di Kota Batam baru mendapatkan kabar jika kasasi yang dilakukan Gubernur Kepri ke Mahkamah Agung (MA) terkait UMK Batam tahun 2021 baru teregistrasi pada tanggal 5 Januari 2022 lalu. Dimana, berkas kasasi yang diajukan itu pada tanggal 2 November 2021.

BACA JUGA:Demi Revisi UMK 2022, Buruh Batam Terus Berjuang

Buruh di Kota Batam kata dia, berharap kepada DPRD Kota Batam memberikan dukungan terhadap perjuangan yang dilakukan buruh saat ini. Sebab, proses kasasi yang dilakukan Gubernur Kepri ke MA tidak akan selesai dalam waktu 3 bulan.

“Kemungkinan akan selesai lebih dari tiga bulan. Jadi kita membuat Posko Keprihatinan Upah itu untuk mengawal kasasi tersebut sampai selesai,” katanya.

unnamed 1 5 scaled e1643122966422
suasana RDP perwakilan buruh dengan DPRD Batam

Ia melanjutkan, buruh di Kota Batam akan kembali turun ke jalan, Rabu (26/1) untuk menuntut pencabutan Undang-Undang Cipta Kerja yang menjadi tuntutan buruh seluruh Indonesia. Serta meminta Gubernur merevisi SK 1373 terkait dengan UMK Batam tahun 2022.

“Tuntutan kita tidak akan lari dari Gubernur harus merevisi SK 1373. Setelah nanti putusan MA itu keluar, itu nanti akan ada revisi. Gubernur mau atau tidak untuk merevisi,” tuturnya.

Adapun tujuan utama buruh Kota Batam dalam melakukan aksi ini tidak lain untun upah layak di Kota Batam. Sebab, kenaikan upah sebesar 0,85 persen atau sekitar Rp 35 ribu masih jauh dari upah layak berdasarkan penghitungan BPS sekitar Rp 7 juta.

Sementara jika Gubernur Kepri tetap bersikeras untuk tidak mencabut SK 1373 itu, Ramon menegaskan bahwa buruh di Kota Batam akan melakukan aksi yang lebih besar.

“Jadi kalau memang keputusan MA itu harus dilakukan revisi SK lama atau menerbitkan SK baru, itu harus dilakukan,” tegasnya.

Ia menambahkan, buruh di Kota Batam tidak menutup pintu musyawarah dengan Gubernur. Namun kenyataannya saat ini, buruh justru tidak bisa bertemu dengan Gubernur untuk dilakukan musyawarah.

“Bahkan kita dengan ketemu dengan DPRD Provinsi, bertemu dengan wakil Ketua DPRD Provinsi. Tapi hingga saat ini tidak ada jalan untuk ketemu dengan Gubernur. Tapi kalau sudah sampai MA itu putus, itu sudah tak ada musyawarah lagi dan itu harus dijalankan,” imbuhnya.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kota Batam sekaligus pimpinan FGD, Mochamad Mustofa mengatakan, FGD ini dilakukan DPRD Kota Batam sebagai perwakilan masyarakat di Kota Batam. Apalagi, di area DPRD Kota Batam ada aksi keprihatinan upah yang dilakukan buruh.

Maka Komisi IV DPRD Kota Batam mencoba untuk memfasilitasi agar buruh bisa bertemu dengan seluruh fraksi di DPRD Kota Batam.

“Berhubung ada beberapa kegiatan dan beberapa pembahasan lain, ada fraksi yang hadir dan ada yang tidak hadir,” kata Mustofa dari Fraksi PKS.

Dijelaskannya, tujuan permintaan dari buruh Kota Batam untuk bertemu dengan seluruh fraksi di DPRD Kota Batam adalah untuk menjelaskan ke masyarakat agar tidak berpandangan negatif atas aksi yang dilakukan buruh di Taman Aspirasi.

Karena aksi yang dilakukan buruh di area DPRD Kota Batam, tentunya Komisi IV yang membidangi kesejahteraan masyarakat tidak boleh lepas tangan. Hal ini tentunya harus difasilitasi.

“Dari FGD ini, tentu kami akan melaporkan hasilnya ke pimpinan, seperti permintaan mereka,” katanya.

Dalam FGD tersebut, BPS menjelaskan kebutuhan hidup di Kota Batam untuk setiap keluarga di Batam minimal sekitar Rp 7 juta. Artinya kata Mustofa, tuntutan yang dilakukan buruh berdasar dan masuk akal.

“Cuma tuntutan mereka tidak bisa dipenuhi aturan yang lain. Begitu juga untuk inflasi di Kota Batam, ternyata inflasi yang sekarang digunakan untuk upah adalah batas minimum bukan tengah. Maksimumnya diangka 2,7 persen,” katanya.

Penentuan upah beradasarkan inflasi minimum merupakan kewenangan dari pemerintah pusat dengan menggunakan PP 36.

Ia menambahkan, FGD ini tidak lain untuk mengakomodir apa yang telah disampaikan buruh selama ini. Selanjutnya, usulan buruh Kota Batam akan diproses ke pimpinan Komisi IV dan pimpinan Komisi IV akan meminta kepada pimpinan DPRD terkait dengan kemungkinan mengeluarkan surat permohonan untuk proses keputusan upah di MA dipercepat.

“Makanya kita nanti kita butuh konsultasi. Karena kewenangannya berbeda. Mereka lembaga yudikatif dan kita lembaga legislatif. Kan tidak boleh mengintervensi,” imbuhnya. (*)

 

Reporter : Eggi Idriansyah

 

spot_img

Update