Upaya pemerataan energi listrik hingga ke pulau-pulau kecil di perbatasan negeri, membawa dampak signifikan bagi kehidupan masyarakatnya.
Seperti yang terjadi di Pulau Galang, wilayah pesisir di Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang menjadi wilayah perbatasan dengan negeri jiran, Singapura dan Malaysia. Kini, ekonomi masyarakat mulai menggeliat usai sambungan listrik menerangi kawasan.
Ratna Irtatik – Batam
Matahari mulai beringsut turun. Petang perlahan menjelang. Langit yang awalnya terang, berubah biru keemasan, kemudian jadi abu-abu kelam. Gelap malam mulai merayapi wilayah Kelurahan Sijantung, Kecamatan Galang, Kota Batam.
Pendar cahaya lampu temaram dari rumah-rumah warga mulai terlihat. Namun, di luar rumah, tak banyak lampu yang terpasang. Sehingga, gelap dan sunyi malam tak sepenuhnya hilang. Aktivitas warga juga sangat terbatas, karena tak kuasa melawan kelam saat malam menghadang.
“Kami mengandalkan listrik dari genset yang hanya menyala dari pukul 17.00 hingga 24.00. Setelah itu, gelap lagi,” kata Barnas atau akrab disapa Ujang, salah seorang warga Sijantung, saat mengenang suasana di tempat tinggalnya, beberapa tahun silam.
Jika sudah begitu, warga akan memilih tinggal di dalam rumah. Jika tidak ada yang dikerjakan, tidur adalah pilihan utama ketimbang terjaga tanpa penerangan. “Mau bagaimana lagi, karena memang kondisinya gelap di luar,” ujarnya.
Namun, situasi itu berubah drastis saat sambungan listrik dari PLN Batam masuk ke wilayah Sijantung dan kelurahan lain di sekitarnya pada medio 2018 lalu. Wilayah yang berada di pulau penyangga (hinterland) dan masuk gugusan Pulau Galang, serta terhubung dengan enam Jembatan Barelang (Batam-Rempang-Galang) untuk sampai ke pulau utama Batam itu, akhirnya terkoneksi sambungan listrik yang bisa menyala selama 24 jam penuh.
Ujang tak bisa menyembunyikan kegembiraannya atas sambungan listrik tersebut. Betapa tidak, setelah 20 tahun lebih menanti, akhirnya tempat tinggalnya teraliri listrik yang bisa digunakan kapanpun sesuai kebutuhan. “Selain untuk penerangan, masuknya listrik juga membuat gaya hidup warga berubah,” ujarnya.
Ia bertutur, semenjak listrik masuk, banyak warga yang mulai berbondong-bondong membeli peralatan elektronik. Mulai dari televisi, kulkas, mesin cuci, dan berbagai jenis barang elektronik lainnya.
Ada yang memborong perkakas elektronik hanya untuk digunakan bagi kepentingan diri dan keluarganya. Namun, ada juga yang berbelanja untuk menjadikannya bekal menaikkan ekonomi dan kebutuhan hidup.
Ia mencontohkan, banyak warga yang membeli kulkas. Rata-rata, kata Ujang, profesi warga setempat merupakan nelayan. Saat mendapat ikan dalam jumlah banyak, mereka butuh es batu atau kulkas agar ikan tangkapan bisa disimpan lebih lama.
Namun, karena sebelumnya listrik hanya menyala dengan waktu dan daya yang terbatas, mereka tak berani membeli kulkas untuk membuat es atau untuk menyimpan hasil tangkapan dari laut tersebut. Akhirnya, dulu mereka harus menempuh perjalanan jauh hingga ke Kota Batam yang jaraknya 56 kilometer (km), untuk sekadar membeli es batu.
“Dulu kami terpaksa beli es batu, satu wadah Rp16 ribu. Tapi sekarang, karena punya kulkas, sudah bisa bikin es sendiri, ikan hasil tangkapan juga lebih awet karena ada kulkas,” kata dia.
Tak hanya itu, banyak perubahan lain dalam pola keseharian warga. Dengan listrik yang terus menyala, maka kondisi malam makin terang dengan banyaknya lampu terpasang. Aktivitas warga di malam hari juga berkembang.
Ujang menceritakan bagaimana kalangan ibu rumah tangga di wilayahnya mulai membuka usaha kecil-kecilan, seperti warung kelontong. Bahkan, ada juga aktivitas ekonomi yang berlangsung hingga malam hari.
“Karena malam juga sudah terang, ada juga yang menjual gorengan (aneka camilan ringan yang digoreng, red) sampai malam. Berkat listrik yang menyala terus, lama-lama ekonomi warga berkembang dan lambat laun kehidupan makin sejahtera,” cerita Ujang sembari mengucap syukur.
Bahkan, aktivitas warga untuk berkumpul di luar rumah saat malam hari bersama tetangga, kini jadi hal biasa.
“Bisa ngobrol-ngobrol sambil menjaga lingkungan juga, biar aman,” katanya sembari tertawa lepas.
Warga lainnya, Asnawi, juga mengaku sangat gembira dengan perubahan di daerahnya yang makin maju setelah listrik dari PLN Batam dinikmati warga. Ia berharap, kontinuitas suplai energi listrik tersebut terus terjaga.
“Karena jujur, warga di sini sekarang banyak yang mau ikut buka usaha. Jadi listrik juga harus tetap menyala biar usaha jalan terus,” ujarnya.
Hal lain yang membuat warga senang, sambung Asnawi, ketika mengingat bahwa ongkos membayar tagihan listrik saat ini lebih murah dibanding ketika menggunakan genset.
Dulu, dengan listrik yang hanya menyala selama tujuh jam, warga harus membayar Rp 200 ribu tiap bulannya. Namun kini, dengan ketersediaan listrik yang lebih lama, tarif yang harus dibayar malah lebih murah.
Meskipun, kata dia, besaran biaya bulanan yang dikeluarkan warga saat ini berbeda, tergantung besaran jumlah pemakaian listrik di masing-masing keluarga.
“Tapi secara umum lebih murah, kami juga bisa pakai sesuai keinginan,” ujarnya.
Tanggung Jawab Menerangi Negeri
Merujuk data progres koneksi listrik dari PLN Batam, kini beberapa pulau utama Batam memang telah tersambung dengan kabel listrik sepanjang 56 kilometer sampai ke Pulau Galang.
PLN Batam juga menyatakan terus menggesa pemerataan listrik agar terang dapat dirasakan hingga ke pulau-pulau kecil di perbatasan negeri tersebut. Meskipun, gugusan pulau-pulau di sekitar Batam itu masih tergolong minim penduduknya.
“Dari sisi bisnis, mungkin akan ditanya kapan balik modalnya. Tapi, ini adalah tanggung jawab kami (PLN) untuk menerangi pulau-pulau di Batam,” kata Vice President Public Relations PLN Batam, Bukti Panggabean.
Dari data PLN Batam, pada deretan pulau yang tersambung dengan enam jembatan serta berada paling ujung dari Pulau Batam itu, tercatat hanya ada 128 pelanggan.
Sementara, modal penyambungan listrik dari pulau utama Batam untuk menyeberangi pulau-pulau yang terkoneksi dengan jembatan itu, menghabiskan modal Rp17.535.160.141.
Tak cukup di situ, PLN Batam juga berkomitmen menerangi sejumlah kampung yang ada di pulau tersebut. Tercatat, ada 12 kawasan yang akan mendapat saluran listrik pada 2021 ini.
Adapun, 12 kawasan tersebut; Kampung Kelingking, Pantai Kalat dan Pantai Melayu, Kampung Kalat, Kampung Monggak dan Pasir Panjang, Tanjung Gundap 2, Kampung Air Naga, Kampung Colem, Kampung Korak Stokok, Pelabuhan Cakang, dan Kampung Cakang.
“Ini komitmen kami untuk meningkatkan kualitas pelayanan listrik untuk masyarakat. Termasuk, upaya meningkatkan pasokan listrik bagi warga yang tinggal di wilayah hinterland,” jelasnya.
Jika rencana itu terealisasi, maka semua wilayah hinterland bakal 100 persen teraliri listrik. Hingga kini, yang sudah terpasang listrik yakni Kampung Tiawangkang, Polsek Galang, Kampung Sembulang, Kampung Teluk Air, Simpang Sembulang, Pasir Hitam, Belongkeng, Cate tahap I, Cate tahap II, Tebing Tinggi, Teraling, Berikat, Sijantung, Yaa Bunayya, Ulu Buton, Galang Baru, Air Lingka, dan Monggak.
Ia berharap, upaya pemerintahan Presiden Joko Widodo melalui PLN Batam untuk menerangi negeri ini dapat terus berlanjut ke depan. Tujuanya, demi mempercepat kemajuan bangsa, termasuk mengikis kesenjangan pembangunan bagi warga yang tinggal di pelosok negeri.
“Kita tidak bicara bisnis di sini, kami ingin keadilan energi merata dan marwah Indonesia di hadapan negara tetangga tak dipandang sebelah mata,” ujarnya.
Bukti mengatakan, kawasan mainland atau pulau utama Batam, elektrifikasinya mencapai 100 persen. Sementara, untuk kawasan hinterland sudah 98,4 persen, dan akan menyentuh 100 persen di 2021 ini.
“Tahun 2013 lalu, PLN Batam juga telah mengalirkan listrik untuk menerangi Pulau Belakangpadang. Ini merupakan hasil kerja sama dengan PT PLN (Persero) Wilayah Riau-Kepulaun Riau (WRKR). PLN Persero bertugas membangun jaringan kabel bawah laut, sementara PLN Batam menyuplai listriknya,” ujar Bukti.
Tak hanya di wilayah Batam, PLN Batam juga sudah mengalirkan listriknya hingga ke Pulau Bintan melalui jaringan listrik bawah laut.
Seperti diketahui, Pulau Bintan ditempati dua daerah; Kabupaten Bintan dan Kota Tanjungpinang. Listrik ke Bintan ini dipasok dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjungkasam, Batam, dengan daya sebesar 70 Megawatt (MW).
Ke depan, PLN Batam akan terus berkomitmen menyuplai lisrik yang dihasilkan dari beberapa pembangkit yang ada. Menurut Bukti, pembangkit PLN Batam sanggup menghasilkan daya listrik hingga 519 MW.
Sementara, beban puncak pemakaian listrik di Batam-Bintan hanya 433 MW. Artinya, saat ini PLN Batam mengalami surplus daya sebesar 86 MW.
“Dalam melayani masyarakat di bidang kelistrikan ini butuh dukungan semua pihak. Pasalnya, dengan kondisi lapangan (wilayah berpulau-pulau, red) saat ini, bukan perkara mudah merangkai pulau dengan listrik,” katanya.
Terpisah, Wakil Wali Kota Batam, Amsakar Achmad, mengapresiasi langkah merangkai listrik hingga ke pulau-pulau kecil di sempadan negeri tersebut.
Ia menyebut, banyak perubahan positif yang dirasakan warganya yang tinggal di pulau-pulau kecil di seberang pulau utama Batam, saat mendapatkan fasilitas listrik hingga 24 jam.
“Dulu warga cuma berharap sambungan genset dari Camp Vietnam (bekas penampungan pengungsi Vietnam, red), dan itu menyala cuma malam hari saja. Sekarang, warga senang setelah listrik di pulau bisa menyala 24 jam,” ujarnya.
Ia mengaku, keluhan warga yang menginginkan suplai energi listrik yang kontinyu, sebenarnya telah lama disampaikan.
Namun, kewenangan terkait kelistrikan ada di tingkat Provinsi Kepri. Meski begitu, Amsakar menyebut, Pemerintah Kota Batam sudah meneruskan masukan tersebut ke Pemerintah Provinsi Kepri.
“Setiap bertemu masyarakat di pulau, yang mereka butuhkan listrik. Dan alhamdulillah, secara bertahap sejumlah pulau mulai teraliri listrik,” kata mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Energi Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Kota Batam tersebut.
Ia juga mengapresiasi rencana penyambungan listrik menuju 12 kawasan di hinterland pada 2021 ini. Amsakar mengatakan, dengan pasokan listrik 24 jam, menunjukkan bahwa kawasan ini lebih maju dan sejahtera.
“Dengan listrik menjadi 24 jam, semoga bisa meningkatkan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Dan yang terpenting, bisa meningkatkan kesejahteraan,” pungkas Amsakar. (*)