batampos.co.id – Baru dua bulan pertama di Tahun 2021, Ombudsmand Kepri telah menerima sebanyak 50 laporan atau pengaduan dari masyarakat dan perusahaan.
Rata-rata, permasalahan yang dilaporkan terkait tumpang tindih lahan di Badan Pengusahaan Batam dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ketua Ombudsmand Kepri, Lagat Parroha Patar Siadari, mengatakan, dibanding tahun lalu, jumlah ini meningkat.
Bahkan, ia memperkirakan tahun ini menerima 350 aduan masyarakat terkait pelayanan publik dan lainnya.
”Tahun lalu hanya 318 laporan, tahun ini saya yakin meningkat, karena di awal tahun saja laporan sudah 50,” ujar Lagat, di Gedung Graha Kepri, Rabu (10/3/2021) seperti yang diberitakan Harian Batam Pos.
Laporan yang masuk banyak menyasar BP Batam dan BPN karena permasalahan agraria atau tumpang tindih lahan.
Selain itu, mengenai Izin Peralihan Hak (IPH), masih ada permohonan yang belum disetujui.
”Banyak lahan yang dipermasalahkan, ada yang tumpang tindih, PL (Penetapan Lokasi) bersama dan ada pembatalan PL, sementara pemiliknya belum merasa dibatalkan,” terangnya.
Bahkan rencananya, tanggal 16 Maret mendatang, ia akan menyerahkan 10 temuan maladministrasi kepada Kepala BP Batam.
Dari laporan itu, pihaknya telah memberikan rekomendasi berupa perubahan/revisi kebijakan atau membatalkan kebijakan tersebut.
“Kami juga sudah menemukan dugaan maladministrasi dalam pembentukan pengawas badan usaha. Temuan itu akan kita serahkan nanti kepada ketua dewan kawasan (DK), yakni Menko Perekonomian sebagai atasan dari Kepala BP Batam,” tegasnya.
Menurut dia, laporan kepada ketua DK dilakukan agar memberikan informasi secara utuh. Karena, seperti kasus ex-officio Kepala BP Batam, menurutnya informasi ke Presiden RI tidak sampai secara utuh.
“Makanya kita coba sampaikan kepada pusat,” ujarnya.
Di sisi lain, terobosan yang akan dilakukan ke depannya dalam rentang waktu 2024, guna untuk meningkatkan pengawasan untuk masyarakat, maka akan dilakukan pembukaan kantor perwakilan di kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Kepri.
“Nanti akan dilakukan bertahap, karena pemerintah mempunyai keterbatasan anggaran. Kita belum tahu Kepri di mana (lokasi kantor kabupaten/kota lain), namun secara bertahap akan ada perwakilan di kota dan kabupaten,” pungkas Lagat.
Beberapa waktu lalu, Deputi III BP Batam, Sudirman Saad, menyebut, sebanyak 50 bidang lahan yang dimiliki pengusaha
dianggap memenuhi syarat clean and clear untuk dilanjutkan pembangunannya.
Sementara itu, 90 bidang lahan lainnya justru bermasalah. Ia mengungkapkan, BP Batam tidak bisa menyelesaikan lahan yang masuk dalam hutan lindung, karena bukan kewenangannya.
Hutan lindung menjadi kewenangan Kementerian Kehutanan dan
Lingkungan Hidup (KLHK).
”Makanya, kami koordinasi intens dengan Menko Perekonomian dan Dewan Pengawas BP Batam yang diketuai Sesmenko, untuk mencari solusi terkait persoalan ini,” ungkapnya.
Lahan-lahan bermasalah tersebut, banyak yang berstatus dimiliki pengembang. Pengembang saat menerima alokasi lahan, sudah membayar 10 persen dari total Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO)-nya.
Saat ini, BP Batam fokus pada proses pengalokasian lahan yang belum dimanfaatkan sama sekali, kepada investor baru.
”Ada beberapa bidang lahan yang dikasih, tapi kalau sudah habis dan tidak ada permohonan perpanjangan, maka kami sampaikan pengakhiran. Jika tiga bulan tidak direspons, maka dialokasikan ke orang lain,” ungkapnya.
Banyaknya lahan pengusaha yang bermasalah ini sebelumnya juga diakui Achyar Arfan, ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam.
Ia mengatakan, pengembang dirugikan karena lahan yang sudah dibayar UWTO-nya 10 persen, belum ada kejelasan hingga saat ini.
”Ada juga yang sudah bayar penuh dan sudah memaparkan rencana bisnisnya, tapi tidak ada kelanjutan,” ungkapnya.
Achyar memahami pengalokasian lahan pada 2014 dan 2015 lalu banyak salah kasih.
Ada lahan yang PL-nya hutan lindung, ada yang masuk kategori DPCLS (Daerah Penting dalam Cakupan Luas bernilai Strategis).
”Seharusnya BP Batam tahu dari awal sebelum memberikan alokasi lahan kepada pengembang,” tuturnya.
Pengembang merasa sudah banyak bersabar, namun tidak mendapat solusi mengenai persoalan ini.
”Kami diminta bersabar. Kalau tak sabar, nanti uangnya dikembalikan. Ketika nanti balik lagi, mau ajukan lahan lagi, lebih susah lagi,” tuturnya.
Untuk itu, ia berharap persoalan ini bisa diselesaikan. Pengusaha siap bersama BP Batam ke pusat, agar legalitas lahan yang sudah dialokasikan ke pengusaha itu menjadi lebih jelas.(jpg)