Kamis, 25 April 2024
spot_img

Juru Bicara Bilang Terbuka, Sidang Dugaan Kekerasan di SPN Dirgantara Digelar Tertutup

Berita Terkait

spot_img
838bbad831db9d7868ea705c15672949
Ilustrasi sidang

batampos – Sidang dugaan kekerasan di SPN Dirgantara Batam yang menyeret Pewira Polda Kepri, Iptu Erwin Depari kembali berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (15/8). Agenda hari itu adalah mendengar keterangan ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Batam.

Sebelum proses persidangan dimulai, ketua majelis hakim Jeily Syahputra juga sempat mengabaikan permintaan JPU. Dimana JPU beberapa kali meminta agar sidang terdakwa Erwin Depari dimulai, dikarenakan ahli telah hadir sejak pagi.

“Yang mulia, saksi ahli cuma satu. Jadi sidang tak lama,” ujar JPU sekitar pukul 11.30 WIB

Namun majelis hakim Jeily beralasan, sidang tersebut nanti bisa berlangsung 2 jam, jadi dahulu kan saja sidang tuntutan atau sidang pertama.

“Nanti saja, sidang tuntutan dan yang awal saja di dahulukan,” imbuh Jeily.

Usai menyelesaikan proses persidangan beberapa perkara, hakim Jeily kemudian menunda sidang dengan alasan istirahat, salat dan makan (isoma) pada pukul 12.50 WIB.

Sekitar pukul 14.30 WIB, ketuk palu hakim di ruang sidang pun berbunyi. Sidang terdakwa Erwi Depari dimulai. Namun sayangnya, proses persidangan yang terbuka untuk umum, malah berlangsung tertutup. Majelis hakim yang dipimpin hakim Jeily Syahputra menutup proses persidangan yang berangenda mendengar keterangan ahli.

“Sidang tertutup, karena korbannya anak,” ujar Jeily.

Padahal sebelumnya, Juru Bicara PN Batam, Edi Sameaputty menegaskan proses persidangan kekerasan yang melibatkan oknum polisi itu terbuka untuk umum. Kecuali, pada proses pemeriksaan saksi korban yang merupakan anak di bawah umur. Namun untuk saksi dewasa dan ahli, sidang pun berlangsung terbuka.

Usai sidang, Edi yang juga sebagai hakim anggota dalam perkara tersebut, menjelaskan majelis hakim keliru soal buka tutupnya sidang. Hal itu dikarenakan nama terdakwa Erwin Depari menyerupai terdakwa atas kasus perselingkuhan.

“Maaf majelis hakim keliru, karena memang banyak sidang dari pagi. Jadi memang ada nama terdakwa yang juga pakai Depari,” ujar Edi.

Dikatakan Edi, pada keterangan ahli menjelaskan bahwa di setiap sekolah tak boleh adanya kekerasan apapun. Karena sekolah merupakan tempat pendidikan. Apalagi adanya tempat yang dikhususkan layaknya penjara.

“Di sekolah tak boleh ada penjara dan kekerasan,” tegas Edi menjawab pertanyaan Batam Pos.

Untuk gelaran sidang selanjutnya, menurut Edi akan berlangsung terbuka untuk umum.

Diketahui, Aiptu Erwin Depari, anggota polisi aktif Polda Kepulauan Riau (Kepri), yang menjabat sebagai pembina di SPN Dirgantara Batam, menjadi tersangka kasus penganiayaan setelah sejumlah orang tua siswa di sekolah tersebut membuat laporan ke Mapolda Kepri.

Erwin Depari ditetapkan sebagai tersangka sudah melalui proses penyelidikan yang cukup panjang dan sesuai prosedur yang berlaku. Penyidik juga telah memeriksa belasan saksi yang terdiri dari saksi ahli, saksi dari psikologi dan 5 orang korban.

Dalam kasus ini, sebanyak 9 orang siswa diduga menjadi korban kekerasan di SMK SPN Dirgantara Batam. Kasus tersebut dilaporkan dan teregister dalam laporan polisi (LP) bernomor LP-B/138/XI/2021/SPKT-Kepri. LP itu dibuat pada 19 November 2021 lalu.

Kasus serupa pernah heboh di pada tahun 2018 lalu, hanya saja tidak ada ketegasan dari Dinas Pendidikan Provinsi Kepri terkait hal ini.

Kini kasus tersebut kembali terjadi usai beredar foto siswa yang diborgol, dirantai pada lehernya serta diikat di ranjang tempat tidur sehingga kasus tersebut mencuat dan dilaporkan oleh sejumlah orang tua siswa ke Mapolda Kepri.

Dalam dakwaan jaksa, Erwin dijerat dengan dakwaan Subsidair Pasal 80 Jo Pasal 76C UURI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentangg Perlindungan Anak. Atau dakwaan Primair Pasal 80 Jo Pasal 76C UURI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan UU No. 23 tahun 2002 ttg Perlindungan Anak Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Erwin tidak ditahan, karena ancaman hukuman dalam pasal yang didakwakan dibawah 5 tahun. (*)

 

 

 

Reporter : Yashinta

spot_img

Update