Kamis, 25 April 2024
spot_img

Pariwisata Batam Diadang Tiket dan PeduliLindungi

Berita Terkait

spot_img
Wisatawan 1 F Cecep Mulyana e1656306161242
Sejumlah wisatawan yang baru tiba berjalan di area Pelabuhan Internasional Batamcenter, Sabtu (25/6). Arus penumpang yang datang maupun yang pergi di Pelabuhan Internasional mengalami peningkatan. F Cecep Mulyana/Batam Pos

Dunia pariwisata Batam menggeliat lagi setelah mati suri selama pandemi Covid-19. Sejumlah masalah masih menghadang dan perlu ketegasan pemerintah untuk menyelesaikannya.

Reporter: EGGI IDRIANSYAH, GALIH ADI S, YASHINTA

SECARA statistik, angka-angka perjalanan wisatawan asing ke Batam tiga bulan terakhir membuat hati pelaku pariwisata berbunga-berbunga. Terlebih lagi jika mengingat getirnya kondisi dua tahun terakhir sejak mula pandemi Covid-19 hingga menjelang Ramadan 2022.

Ibarat melihat cahaya di ujung terowongan, harapan untuk bisa menikmati kembali masa kejayaan pariwisata Batam, kini tumbuh pelan-pelan. “Mudah-mudahan nggak ada lagi pandemi dan PPKM,” ujar Conny Setiawan, pemandu wisata di Batam.

Terbukanya kembali pintu keluar masuk Singapura dan Malaysia kian membakar semangat pelaku usaha. Menurut data dari Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, sepanjang Mei 2022, sebanyak 16.970 WNA masuk ke Batam dan 18.048 orang berangkat ke Singapura dan Malaysia.

Di sisi lain, jumlah WNI yang berangkat dan datang dari kedua negara tersebut lebih besar. Yakni sebanyak 42.411 orang yang berangkat dan 37.431 orang yang datang.

Jumlah ini terus meningkat dengan dibukanya kembali Pelabuhan Harbourfront per 15 Juni lalu. WNA yang masuk ke Batam dari tanggal 1 hingga 20 Juni, tercatat sebanyak 24.620 orang. Sementara WNI yang datang tercatat sebanyak 32.753 orang. Kemudian untuk WNI yang berangkat ke Malaysia dan Singapura tercatat sebanyak 49.708 orang dan WNA sebanyak 22.255 orang.

Kepala Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Batam, Tessa Harumdila, mengatakan makin ramainya jumlah WNA yang masuk ke Batam, ikut mendongkrak Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui penerbitan Visa on Arrival yang mencapai Rp77,5 juta per hari. Selain WNA Singapura, juga ada WNA dari beberapa negara ASEAN, Eropa, dan Amerika Serikat yang datang ke Batam.

Sebab, fasilitas Bebas Visa Kunjungan (BVK) tidak hanya diberikan pada warga Singapura, tetapi juga untuk negara anggota ASEAN lainnya.

“Sementara untuk negara-negara seperti India, Amerika Serikat dan negara lain dapat menggunakan Visa on Arrival (VoA) seharga 50 dollar Singapura atau setara Rp 500 ribu yang dapat diperoleh di tempat pemeriksaan imigrasi,” ujarnya. Rata-rata Kantor Imigrasi Batam menerbitkan 155 voucher VoA tiap hari.

Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Batam, Muhammad Mansyur, mengatakan mengalirnya kembali wisatawan asing ke Batam diharapkan ikut mengerek angka tingkat hunian hotel.

“Mengingat kondisi saat ini, saya melihat tingkat hunian naik tapi belum signifikan. Masih sekitar di bawah 50 persen rata-rata,” ujarnya.

Ia menjelaskan, belum naiknya tingkat hunian hotel ini karena dipengaruhi harga tiket yang mahal dan kesulitan wisatawan untuk mengunduh dan mengisi data diri ke aplikasi PeduliLindungi. Ia menilai perlunya sosialisasi penggunaan aplikasi PeduliLindungi.

“Kalau kita lihat masih banyak wisatawan asing itu yang belum terbiasa. Mereka kadang tidak mau repot dengan yang begituan. Itu salah satu penyebabnya. Sehingga terjadilah antrean yang cukup panjang di Imigrasi,” katanya.

Sebab itu, kata dia, perlu dilakukan sosialisasi saat pembelian tiket maupun di pelabuhan. Para turis disarankan mengunduh PrduliLindungi terlebih dahulu saat hendak beli tiket.

General Manager Operasional Pelabuhan Feri Internasional Batamcenter, Nika Astaga, mengungkapkan hal serupa. Ribetnya proses pengisian data di aplikasi PeduliLindungi jadi kendala tersendiri.

“Penumpang yang datang masih sulit untuk mengisi data di PeduliLindungi, terutama untuk WNA,” ujarnya.

Perihal harga tiket feri Batam-Singapura, juga jadi sandungan yang masih dikeluhkan pelaku usaha pariwisata. Nika Astaga menyebut harganya masih Rp di kisaran Rp 700 ribu untuk pejalanan pulang pergi. Dua kali lipat dari harga sebelum datangnya pandemi.

Tapi, ia mengaku tak punya kewenangan mengatur harga tiket. “Harga tiket, itu kebijakan operator,” ujarnya.

Hal serupa juga diungkapkan pengusaha Batam, Amat Tantoso. Ketua Umum DPP Asosiasi Perdagangan Valuta Asing (APVA) ini mengatakan, mahalnya harga tiket membuat sebagian warga Singapura berhitung ulang untuk pelesiran ke Batam.

Apalagi, kata dia, wisatawan Singapura yang datang menyeberang ke Batam mayoritas bukan dari kalangan menengah atas, melainkan kalangan menengah bawah. “Biasanya ibu-ibu yang banyak masuk ke Batam. Kedatangannya hanya sehari saja, itupun hanya belanja kebutuhan pokok untuk selanjutnya dibawa ke Singapura,” paparnya.

Paling lama, menurut Amat, mereka menginap hanya sehari saja di Batam. Setelah itu, kembali ke negaranya keesokan hari. “Sebagian lagi malah menyeberang ke Batam pagi hari, sorenya atau malamnya mereka kembali menyeberang ke Singapura. Tak sampai menginap,” terang Amat.

Ia berharap sektor pelayaran atau penyeberangan antarnegara, terutama terkait harga tiket feri, bisa dikontrol oleh pemerintah. Karena, menurut Amat, hal tersebut jadi salah satu kendala kenapa jumlah wisman masih sangat kecil masuk ke Batam. Akibatnya memukul sektor-sektor lain seperti perhotelan serta usaha money changer.

HR Manager Batamfast, operator feri Batam-Singapura, Djandel Marbun mengatakan tingginya harga tiket dipengaruhi beberapa faktor. Di antaranya, harga bahan bakar dan harga sparepart yang naik. Kemudian jumlah penumpang yang masih belum stabil.

“Setiap operator punya pertimbangan soal harga tiket. Untuk kami penumpang per kapal itu hanya 70-80 orang, padahal untuk operasional kapal bisa menghabiskan 500 liter. Jadi memang ada beberapa faktor penyebab harga tiket segitu,” ujarnya.

Disinggung apakah ada kemungkinan harga tiket Batam-Singapura kembali turun? Menurut Marbun, bisa saja. Jika beberapa faktor yang menjadi penyebab tingginya harga tiket bisa diatasi. Sebab, untuk isi BBM saja, pihak perusahaan lebih memilih ke Singapura, karena lebih efektif. Efektif yang dimaksud yakni, pengisian BBM tak perlu ke depo, namun diantar langsung ke kapal.

“Bisa saja turun, tapi sedikit. Ditanya bisa kembali normal apa tidaknya, saya tak bisa jawab. Soal harga itu keputusan perusahaan di Singapura. Banyak pertimbangan soal harga ini,” ujarnya. (*)

spot_img

Update